Senin, 13 Juli 2015

MENGENANG NUKU SOLEMAN

Judul        : Mengenang Nuku Soleiman
                  RAGU-RAGU PULANG SAJA
Cetakan I : Mei 2005
Penerbit  : Pro DEM (Jaringan Aktivis Pro Demokrasi)
Editor      : Amir Husin Daulay, Beta Ramses, Heri Soba, dkk.

Doc Fomatika : Mengenang Nuku Soleman


Mengingat seorang Muhammad Nuku Soleiman memberi arti tersendiri bagi kalangan aktivis masa kini. Apalagi mereka yang dulunya ikut gerakan mahasiswa dalam menumbangkan rezim Orde Baru pimpinan Soeharto. Nuku bisa dikatakan telah membuka pintu memperjuangkan demokrasi di Indonesia pada tahun 1980-an yang terus mendapat tekanan dari penguasa. Dengan modal keberanian dalam menegakkan kebenaran, konsistensi, kejujuran, dan humanisme, serta banyak keunggulan lainnya Nuku tampil paling depan dalam melawan rezim. Meski perjuangannya banyak berakhir di penjara hingga membawanya menjadi penghuni “hotel prodeo” sebagai tapol tidak pernah menyurutkan niat Nuku untuk tetap melawan rezim yang menurutnya menindas rakyat tersebut.

Nuku Soleiman lahir pada 9 Mei 1964 di Rumah Sakit Cikini, Jakarta, dari pasangan Halimah Fabanyo dan Do’a Soleiman. Saat baru berusia tiga bulan, Nuku yang masih memerlukan ASI harus menerima kenyataan orang tuanya bercerai. Maka Ia diasuh oleh “papa tengah”nya Muhammad Soleiman, dan instrinya, Latifah, sempat menjadi Ibu susu Nuku saat itu. Pada umur 3 tahun, Nuku tinggal di kampung tanah leluhurnya saat dia diasuh oleh neneknya, Umil Hair, di Tidore.

Memasuki usia sekolah dasar (SD) Nuku kembali tinggal di Jakarta. Dia menamatkan pendidikan SD nya di SDN 6 Petang, Tebet Barat. Saat SMP Nuku kembali diasuh oleh pamannya, Muhammad Soleiman, di daerah Kramat Jati dan disekolahkan di SMP Muhammadiyah IV Cawang. Lulus dari SMP, oleh pamannya Nuku disekolahkan di SMA Negeri 54 Jakarta. Saat kelas tiga SMA Nuku dipindahkan ke Ternate dan sekolah di SMA Negeri 1 Ternate. Setelah lulus SMA Nuku kembali ke Jakarta dan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta.

Lahir dan besar dari keluarga yang menjunjung tinggi nilai agama membuat Nuku menjadi sosok yang religius. Jidadnya kehitam-hitaman karena saking rajinnya shalat lima waktu dan tahajud. Nuku bahkan sering melaksanakan puasa Nabi Daud (sehari puasa, sehari tidak selama empat puluh hari berturut), bahkan saat meninggal dunia pun dia sedang melaksanakan puasa Nabi Daud. Dalam hal pergaulan, kebiasaan Nuku hanya meneguk minuman soda non alkohol atau orange jus pada saat diajak teman-temannya ke diskotik. Dia tidak pernah ikut-ikutan mencoba alkohol atau bir sekalipun. Bicara tentang wanita, Nuku Soleiman tidak pernah tergoda sedikitpun pada perempuan penghibur, semontok apapun wanita itu.

Tentang kekayaan, Nuku memang hidup dari keluarga yang serba berkecukupan. Ayahnya adalah pegawai di Aneka Tambang dan pamannya adalah seorang anggota DPR RI. Namun bagi Nuku, hidup dengan mengharapkan atau dalam istilahnya sendiri merepotkan orang lain tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Nuku tak pernah tergiur akan kekayaan. Dia tidak pernah memanfaatkan ketokohannya ketika itu untuk memperoleh kekayaan. Suatu hari, Nuku Soleiman rela berjalan kaki dari Jakarta ke rumahnya di Bekasi karena tak punya uang, padahal di kantongya ada uang milik organisasi sebesar satu juta rupiah. Orang banyak mungkin akan menganggap Nuku naif, karena tidak menggunakan atau meminjam sedikit saja uang tersebut untuk mengongkosinya. Namun dari hal ini Nuku telah menggambarkan kebesaran jiwanya. Juga karena hal-hal seperti itu Nuku sulit dilupakan oleh orang-orang yang mengenalnya.

Menurut Permadi, ketika acara pernikahannya, Nuku menulis RAGU-RAGU PULANG SAJA dalam sebuah spanduk. Nuku beranggapan banyak intelijen memata-matai acara pernikahannya. Lewat spanduk itu Nuku memberi pesan kepada teman-temannya apabila merasa tidak aman hadir dalam acara pernikahannya lebih baik pulang saja. Sedangkan menurut Eko S. Dananjaya, mantan ketua PIJAR yang juga sahabat seperjuangan Nuku, semboyan yang sering keluar dari mulut Nuku adalah RAGU-RAGU PULANG SAJA, ini menggambarkan sosok Nuku bukan tipe yang mudah berubah.

Buku yang berjudul: Mengenang Nuku Soleiman, RAGU-RAGU PULANG SAJA ini memuat tentang beragam pendapat para tokoh tentang sosok Nuku. Adnan Buyung Nasution, Deliar Noer, Erot Djarot, Hariman Siregar, Rizal Ramli, Sjahrir, dan banyak lagi yang menuliskan kenangan mereka tentang Nuku. Buku ini sangat layak untuk dibaca di tengah keadaan negara saat ini yang sedang krisis keberanian serta banyak manusianya yang kehilangan prinsip. (amel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar