Judul : Mengenang
Nuku Soleiman
RAGU-RAGU PULANG SAJA
Cetakan I : Mei 2005
Penerbit : Pro DEM (Jaringan Aktivis Pro Demokrasi)
Editor : Amir Husin Daulay, Beta Ramses, Heri
Soba, dkk.
Doc Fomatika : Mengenang Nuku Soleman |
Mengingat seorang Muhammad Nuku Soleiman memberi arti tersendiri bagi
kalangan aktivis masa kini. Apalagi mereka yang dulunya ikut gerakan mahasiswa
dalam menumbangkan rezim Orde Baru pimpinan Soeharto. Nuku bisa dikatakan telah
membuka pintu memperjuangkan demokrasi di Indonesia pada tahun 1980-an yang
terus mendapat tekanan dari penguasa. Dengan modal keberanian dalam menegakkan
kebenaran, konsistensi, kejujuran, dan humanisme, serta banyak keunggulan
lainnya Nuku tampil paling depan dalam melawan rezim. Meski perjuangannya
banyak berakhir di penjara hingga membawanya menjadi penghuni “hotel prodeo”
sebagai tapol tidak pernah menyurutkan niat Nuku untuk tetap melawan rezim yang
menurutnya menindas rakyat tersebut.
Nuku Soleiman lahir pada 9 Mei 1964 di Rumah Sakit Cikini, Jakarta, dari
pasangan Halimah Fabanyo dan Do’a Soleiman. Saat baru berusia tiga bulan, Nuku
yang masih memerlukan ASI harus menerima kenyataan orang tuanya bercerai. Maka
Ia diasuh oleh “papa tengah”nya Muhammad Soleiman, dan instrinya, Latifah,
sempat menjadi Ibu susu Nuku saat itu. Pada umur 3 tahun, Nuku tinggal di
kampung tanah leluhurnya saat dia diasuh oleh neneknya, Umil Hair, di Tidore.
Memasuki usia sekolah dasar (SD) Nuku kembali tinggal di Jakarta. Dia
menamatkan pendidikan SD nya di SDN 6 Petang, Tebet Barat. Saat SMP Nuku
kembali diasuh oleh pamannya, Muhammad Soleiman, di daerah Kramat Jati dan
disekolahkan di SMP Muhammadiyah IV Cawang. Lulus dari SMP, oleh pamannya Nuku
disekolahkan di SMA Negeri 54 Jakarta. Saat kelas tiga SMA Nuku dipindahkan ke
Ternate dan sekolah di SMA Negeri 1 Ternate. Setelah lulus SMA Nuku kembali ke
Jakarta dan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Nasional (Unas) Jakarta.
Lahir dan besar dari keluarga yang menjunjung tinggi nilai agama membuat
Nuku menjadi sosok yang religius. Jidadnya kehitam-hitaman karena saking
rajinnya shalat lima waktu dan tahajud. Nuku bahkan sering melaksanakan puasa
Nabi Daud (sehari puasa, sehari tidak selama empat puluh hari berturut), bahkan
saat meninggal dunia pun dia sedang melaksanakan puasa Nabi Daud. Dalam hal
pergaulan, kebiasaan Nuku hanya meneguk minuman soda non alkohol atau orange jus pada saat diajak
teman-temannya ke diskotik. Dia tidak pernah ikut-ikutan mencoba alkohol atau
bir sekalipun. Bicara tentang wanita, Nuku Soleiman tidak pernah tergoda
sedikitpun pada perempuan penghibur, semontok apapun wanita itu.
Tentang kekayaan, Nuku memang hidup dari keluarga yang serba
berkecukupan. Ayahnya adalah pegawai di Aneka Tambang dan pamannya adalah
seorang anggota DPR RI. Namun bagi Nuku, hidup dengan mengharapkan atau dalam
istilahnya sendiri merepotkan orang lain tidak pernah ada dalam kamus hidupnya.
Nuku tak pernah tergiur akan kekayaan. Dia tidak pernah memanfaatkan
ketokohannya ketika itu untuk memperoleh kekayaan. Suatu hari, Nuku Soleiman
rela berjalan kaki dari Jakarta ke rumahnya di Bekasi karena tak punya uang,
padahal di kantongya ada uang milik organisasi sebesar satu juta rupiah. Orang
banyak mungkin akan menganggap Nuku naif, karena tidak menggunakan atau
meminjam sedikit saja uang tersebut untuk mengongkosinya. Namun dari hal ini
Nuku telah menggambarkan kebesaran jiwanya. Juga karena hal-hal seperti itu
Nuku sulit dilupakan oleh orang-orang yang mengenalnya.
Menurut Permadi, ketika acara pernikahannya, Nuku menulis RAGU-RAGU
PULANG SAJA dalam sebuah spanduk. Nuku beranggapan banyak intelijen
memata-matai acara pernikahannya. Lewat spanduk itu Nuku memberi pesan kepada
teman-temannya apabila merasa tidak aman hadir dalam acara pernikahannya lebih
baik pulang saja. Sedangkan menurut Eko S. Dananjaya, mantan ketua PIJAR yang
juga sahabat seperjuangan Nuku, semboyan yang sering keluar dari mulut Nuku
adalah RAGU-RAGU PULANG SAJA, ini menggambarkan sosok Nuku bukan tipe yang
mudah berubah.
Buku yang berjudul: Mengenang Nuku Soleiman, RAGU-RAGU PULANG SAJA ini memuat
tentang beragam pendapat para tokoh tentang sosok Nuku. Adnan Buyung Nasution,
Deliar Noer, Erot Djarot, Hariman Siregar, Rizal Ramli, Sjahrir, dan banyak
lagi yang menuliskan kenangan mereka tentang Nuku. Buku ini sangat layak untuk
dibaca di tengah keadaan negara saat ini yang sedang krisis keberanian serta
banyak manusianya yang kehilangan prinsip. (amel)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar